Negara dalam bahaya, karena ada bahaya dalam Negara. Ungkapan ini, agaknya relevan dengan kondisi pemerintah Indonesia di bawah rezim Jokowi-JK.
Risalah Mujahidin – BRIGJEN TNI (Purn) Adityawarman Thaha, masih jeli dan cermat mengamati kondisi Indonesia. Secara terus terang, dia menyatakan bahwa Indonesia kini di ambang bahaya komunis.
“Komunis Gaya Baru (KGB) pada awalnya terjadi ketika era reformasi. Hingga kini, orang-orang komunis berhasil masuk dalam pemerintahan, di antaranya menduduki kursi DPR dan MPR RI,” kata mantan staf ahli Panglima TNI Brigjen TNI (Purn) Adityawarman Thaha dalam Pengajian Politik Islam (PPI) yang digelar di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Ahad (12/4/2015).
“Komunis Gaya Baru ini memanfaatkan setiap situasi dan kondisi yang ada. Di era reformasi inilah mereka berhasil mendudukkan orangnya di DPR dan di MPR. Ini bukan fitnah, saya dapat data-datanya dan bisa dipertanggungjawab,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan kepada masyarakat dan terutama kepada aparat agar tidak lalai dengan bahaya laten komunis. “Kalau kita bicara komunis dengan masyarakat yang tidak paham atau jangankan masyarakat biasa dengan aparat saja mereka ketawa,” katanya.
Sebab, para penganut komunis sengaja menebar pengaruh di tengah masyarakat bahwa seolah paham komunis tidak lagi berbahaya atau sudah tidak ada.
“Itu yang mereka kembangkan di tengah masyarakat, sehingga kita terninabobokan dan satu persatu mereka nyalip masuk di dalam pemerintahan,” ungkapnya.
Gejala tersebut terlihat dengan mulai tak dibahas lagi kekejaman PKI dalam buku-buku sejarah di sekolah. “Apalagi di dalam buku-buku pelajaran sengaja dihilangkan, tidak lagi disebut PKI. Dengan inilah kami akan mencoba menemui Mendikbud supaya sejarah itu diteruskan,” janjinya.
Beda Hendropriyono
Namun pengamatan Adityawarman yang menjadikan komunis sebagai bahaya laten, berbeda dengan mantan Kepala Badan Intelijen Indonesia (BIN), Hendropriyono yang justru menganggap ‘Islam radikal’ sebagai musuh negara yang berbahaya.
Hal itu dikatakan dalam acara konferensi internasional tentang ISIS dan terorisme, yang diselenggarakan oleh Hendropriyono Strategic Consultant di Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2015).
“Kesimpulan saya, kita di ambang perang sipil. Kita semua harus bahu membahu menanggulangi ancaman terorisme. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, keamanan kita tanggung jawab kita sendiri,” ujar Hendro.
“Tentu tidak terlepas dengan harapan pemerintah memayungi upaya-upaya kita ini. Pikiran dan fisik bangsa kita yang pergi ke medan di Suriah dan Irak sana untuk pulang. Pulang kembali ke Tanah Air, bangun ketahanan kita,” tambahnya.
Hendro pun menyarankan WNI di wilayah konflik di Timur Tengah untuk pulang dan bangun Indonesia sesuai Pancasila. Selain itu, membangun Islam khas Indonesia yang dikenal dunia sebagai Islam dengan wajah moderat.
“Kita perlu mengembalikan Islam kita, Islam Indonesia karena itu kita tidak bisa terbawa arus dunia global. Kalau tidak ada yang berbuat, kita akan hancur sama-sama,” ucap Hendro tanpa merinci, apakah Islam Indonesia berbeda Nabi dan Kitab Sucinya dengan Islam yang turun di Arab.
Melihat gejala kebangkitan Komunis Gaya Baru (KGB) Adityawarman menegaskan bahwa Indonesia dalam bahaya. “Saya berani mengatakan situasi kita hampir sama dengan tahun 1965,” tegas Ketua Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) tersebut.
Ia pun menyerukan kepada seluruh elemen bangsa Indonesia untuk waspada. “Mereka itu sudah ada di mana-mana,” tandasnya.
Selain mewaspadai neokomunis, Brigjen TNI (Purn) Adityawarman Thaha juga mengingatkan bangsa Indonesia agar waspada terhadap Amerika Serikat dan Cina. Menurutnya, kedua negara tersebut memiliki kepentingan besar untuk menguasai negara mayoritas Muslim, Indonesia khususnya di bidang ekonomi.
“Yang sangat berbahaya adalah bersatunya Yahudi Amerika dengan Cina RRC dalam menguasai Indonesia, terutama di bidang ekonomi. Mungkin kita sama-sama mengikuti di televisi bahwa RRC akan membangun Bank di Indonesia untuk membantu geraknya pembangunan Indonesia,” katanya.
Ia menambahkan, hal yang paling berbahaya dari masuknya kepentingan Cina ke Indonesia adalah menghidupkan kembali bahaya laten komunisme.
“Tidak ada saja RRC itu berkomunikasi dengan kita tahun 1965 itu, dia sudah bisa mendukung terjadinya pemberontakan G30S/PKI, apalagi sekarang diajak untuk membangun Indonesia secara terbuka,” ujarnya.
Adityawarman mengungkapkan, bila Amerika Serikat telah mengeruk gunung emas Freeport di Papua, maka Cina juga berkepentingan dengan gas Tangguh. Ladang gas Tangguh merupakan sebuah ladang gas alam yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, Indonesia. Ladang gas ini mengandung lebih dari 500 miliar m³ (17 Tcf) cadangan gas alam, dengan taksiran cadangan potensial mencapai lebih dari 800 miliar m³ (28 Tcf).
“Amerika berkepentingan dengan Freeport, Cina berkepentingan dengan gas Tangguh dan banyak lain-lainnya yang akan menyusul,” ungkapnya.
Di sisi lain, sudah menjadi rahasia umum bahwa perekonomian Indonesia dikuasai oleh warga keturunan Cina.
“Kerja sama Amerika Cina, kemudian Cina WNI itu sendiri yang 80% ekonomi kita di tangan mereka. Kalau kita hitung orang-orang kaya di Indonesia mungkin hanya dua atau tiga orang yang Melayu dan itu pun ada yang ‘Ali Baba’ jadi namanya dia, tapi duitnya duit Cina,” tuturnya.
Ketua Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) itu juga mengungkapkan bahwa Amerika Serikat tidak pernah menjadikan negara-negara lain menjadi negara maju, melainkan menjadikan negara seperti Indonesia ini terus bergantung kepada AS.
“Kita tidak membenci Amerika atau Cina sebagai bangsa, tetapi Amerika sebagai suatu pemerintahan yang nyata-nyata kita ikuti di negara mana saja, tidak ada yang betul-betul menjadikan negara lain maju tetapi hidup tergantung dari mereka. Kita hanya diberi hidup untuk bisa makan, untuk bisa nyicil motor bagi rakyat, untuk bisa nyicil mobil bagi golongan menengah tidak lebih dari itu. Dia tidak akan membolehkan Indonesia ini menjadi negara besar, padahal kita akan sangat mampu untuk menjadi negara besar,” ujarnya.
Senada dengan itu, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain mengatakan, upaya penutupan situs-situs Islam saja dengan gerakan membungkam Islam.
“Saya lihat gerakan membungkam Islam semakin kelihatan di Indonesia. Apalagi, ada upaya situs-situs Islam diberangus dengan alasan ada yang mendukung ISIS,” ujar Tengku, Selasa, (31/3/2015).
Ini, kata Tengku, hanya alasan untuk membunuh Islam dan gerakan Islam di Indonesia. Sementara gerakan PKI dan atribut PKI dibiarkan semakin marak di mana-mana.
Padahal, dalam TAP MPR larangan PKI tidak pernah dicabut. Namun gerakan PKI dibiarkan begitu saja. “Semakin kuatlah dugaan saya bahwa negeri ini sudah dikuasai PKI dan kaum liberal antek asing,” ujarnya. []