Musibah Akibat Maksiat

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala:

‏فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاءُ بِدُخَانٍ مُّبِينٍ [10] يَغْشَى النَّاسَ هَذَا عَذَابٌ أَلِيمٌ [11] رَبَّنَا اكْشِفْ عَنَّا الْعَذَابَ إِنَّا مُؤْمِنُونَ [12]

“Wahai Muhammad, tunggulah datangnya ancaman Tuhanmu sampai saat langit mengeluarkan asapnya dengan jelas. Asap langit itu kelak membinasakan manusia. Itulah adzab yang sangat pedih. Orang-orang kafir kelak akan berseru: “Wahai Tuhan kami, selamatkanlah kami dari adzab ini. Sungguh kami sekarang mau beriman.” (Qs. Ad-Dukhan [44]:10-12)

Risalahmujahidin.com – Setiap tahun Indonesia dilanda kebakaran hutan dan kabut asap. Tapi tahun ini polusi udara yang disebabkan kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan tercatat sebagai yang terparah.

Ilmuwan NASA meyakini, situasi tahun ini serupa dengan tahun 1997 yang tercatat sebagai bencana kabut asap paling parah dalam sejarah. “Kondisi di Singapura dan tenggara Sumatera serupa dengan 1997,” kata Robert Field, ilmuwan Columbia University yang juga bekerja untuk NASA.

“Jika perkiraan cuaca yang memprediksi kemarau panjang bertahan, ini akan membuat kabut asap 2015 termasuk yang paling parah dalam sejarah.”

Peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomo, mengamini perkiraan NASA. “Saya yakin dampak kebakaran hutan tahun ini akan sama seperti 1997, dalam hal kerugian finansial,” ujarnya kepada AFP.
Sementara itu pemerintah Indonesia sejauh ini telah menurunkan 20.000 tentara, polisi dan pemadam kebakaran ke Sumatera dan Kalimantan. Harapan terbesar buat memadamkan api adalah dengan datangnya musim hujan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan total lahan yang terbakar di Sumatra dan Kalimantan mencapai 1,7 juta hektar dengan titik api sekitar 1.800 pada Minggu (25/10) , jauh lebih kecil dibandingkan pada tahun 1997 yaitu 9,7 juta hektar.

Tetapi dampak kebakaran hutan ini lebih luas karena pengaruh El Nino yang panjang. Dampak regional juga lebih meluas karena kabut asap juga mencapai Filipina danThailand, selain Singapura dan Malaysia.

Penguasa Nangis Minta Hujan

Syaikh Dr. Thariq Suwaidan dalam Silsilah Tarikh Al-Andalus mengisahkan, ketika terjadi kemarau yang panjang di Andalusia. Khalifah Abdurrahman Al Nashir mengirim utusan ke al-Mundzir ibn Sa’id, meminta beliau mengimami orang-orang shalat istisqa’.

Saat didatangi utusan itu, al-Mundzir berkata, “Bagaimana kabar Khalifah hari ini?”

Sang utusan menjawab, “Kami benar-benar tidak melihat satu orang pun yang khusyu’nya melebihi Khalifah hari ini. Ia menangis, galau dan mengakui dosa-dosanya, lalu bermunajat pada Tuhannya: Ya Allah, apakah engkau akan terus menyiksa rakyatku karena dosa-dosaku? Engkau adalah sebaik-baik pemberi keputusan. Tak satupun dosaku yang akan terlewatkan dari-Mu.”

Mendengar jawaban itu, wajah Al-Mundzir seketika berbinar, lalu berkata pada utusan tersebut, “Wahai anak muda, jika penguasa bumi telah tunduk, Penguasa langit pasti akan merahmati.”

Sebelum orang-orang bubar dan pergi meninggalkan tempat shalat, hujan turun sangat deras.

Musibah Akibat Maksiat

Pada zaman Nabi Musa ‘Alaihis-Salam, Bani Israel ditimpa kemarau panjang. Masyarakat berkumpul mendatangi Nabi Musa dan memohon: “Wahai Nabi Allah, berdo’alah kepada Rabb-mu agar Dia menurunkan hujan kepada kami. Aamiin ya Rabbal A’lamiin.”

Maka berangkatlah Nabi Musa ‘Alaihis-Salam bersama kaumnya menuju padang yang luas. Waktu itu mereka berjumlah lebih dari 70 ribu orang.

Mulailah mereka berdo’a dalam keadaan yang lusuh dan kumuh, penuh debu, haus, dan lapar. Nabi Musa berdo’a:

إلهي … أسقنا غيثك … وانشر علينا رحمتك وارحمنا بالأطفال الرضع … والبهائم الرتع والمشايخ الركع اليك …

“Ilaahi …! Asqinaa ghaitsak … Wan-Syur ‘alaina rahmatak … war-Hamnaa bil-athfaalir-rudhdha’ … wal-bahaaimir-rutta’ … wal-masyaayikhir-rukka’ ilaika …”

“Tuhanku, turunkanlah hujan kepada kami, tebarkanlah Rahmat-Mu kepada kami, kasihilah kami demi anak-anak yang masih menyusu. Demi hewan ternak yang merumput, dan demi para orang-orang tua yang ruku’ kepada-Mu.”

Namun setelah itu langit tetap saja terang benderang, matahari pun bersinar makin kemilau. Kemudian Nabi Musa berdo’a lagi. Allah-pun berfirman kepada Nabi Musa:

يا موسى أنى أكون بغيثكم و فيكم رجل يبارزني بالمعاصي أربعين عاما … فليخرج حتى أغيثكم …

“Wahai Musa, bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedang di antara kalian ada seorang hamba yang berma’siat kepada-Ku sejak 40 tahun yang lalu. Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua. Karena sebab dia lah Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian .”

Maka Nabi Musa-pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun lalu, keluarlah ke hadapan kami, karena sebab engkaulah hujan tak kunjung turun.”

Seorang laki-laki melirik ke kanan dan ke kiri, tapi tidak berani keluar ke hadapan manusia. Saat itu pula dia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud, dia berkata dalam hatinya, “Kalau aku ke luar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku, tapi kalau aku tidak keluar, maka hujanpun tidak akan turun.”

Maka hatinyapun gundah gulana, air matanya menetes, menyesali perbuatan ma’siatnya, sambil berkata lirih, “Ya Allah, aku telah berma’siat kepada-Mu selama 40 tahun. Selama itu pula Engkau menutupi ‘aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada Mu, maka terimalah taubatku.”

Tidak lama setelah pengakuan taubatnya tersebut, maka awan-awan tebalpun bermunculan, semakin lama semakin tebal dan menghitam. Dan akhirnya hujan pun turun.

Nabi Musa pun keheranan dan berkata, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, padahal tak seorang pun yang ke luar ke hadapan manusia.”

Allah berfirman:

يا موسى لقد تاب وتبت عليه،  منعت عنكم الغيث بسببه، وأمطرتكم بسببه …”

“Wahai Musa, dia telah bertaubat dan Aku telah menerima taubatnya, karena orang itulah Aku menahan hujan kepada kalian, dan karena dia pulalah Aku menurunkan hujan.” Nabi Musa berkata:

ربي أرني أنظر إليه، ربي أرني ذلك الرجل

“Ya Allah, tunjukkan padaku orang itu. Tunjukkan aku mana orang itu.”

Allah berfirman:

يا موسى … لقد سترته وهو يعصيني، أفلا أستره وقد تــاب وعـــاد إلي؟

“Wahai Musa, Aku telah menutupi ‘aibnya padahal dia bermaksiat kepada-Ku. Apakah sekarang Aku membuka ‘aibnya sedangkan ia telah bertaubat dan kembali kepada-Ku?”

SubhaanAllaah, Sungguh Maha Pengasih Engkau Duhai Rabbi. Kalaulah bukan karena Engkau yang menutupi aib-aib kami, tentulah kami akan sangat malu di hadapan para hamba-MU.

Engkau mengetahui dosa-dosa kami. Kami malas dalam beribadah ya Ilahy, padahal kami dilihat sebagai orang yang bertakwa di pandangan para hamba-Mu.

Engkau mengetahui kefakiran dan kebutuhan hajat kami, padahal kami dilihat sebagai orang yang kaya di pandangan para hamba-Mu.

Kami bakhil Ya Rabby, sedikit sekali kami berbagi padahal Rizqi itu dari-Mu.

Engkau mengetahui kelemahan dan keluh kesah kami, padahal kami dilihat sebagai orang kuat di pandangan para hamba-MU.

Saudara-riku tercinta. Jika Allah Ta’ala, Tuhan yang mengetahui segala hal yang ada di langit dan bumi saja menutupi segala aib hamba-Nya. Lalu siapa dan apalah kita. Kita tidak tahu ke tempat mana kita akan dimasukkan kelak. Apakah ke surga ataukah neraka?

Mengapa dengan entengnya kita menyebar luaskan aib dan keburukan saudara kita sendiri tanpa mashlahat. Merasa seakan diri ini lebih suci, lebih alim, lebih hebat, dan lebih ahli ibadah. Padahal kita hanya lebih ahli menyebar luaskan keburukan saudara kita.

Tak sadarkah kita bahwa ternyata aib kita sendiri sudah menggunung tak terhingga. Astaghfirullahal Azhim, Allahummaghfir lana warhamna. Aamiin ya Rabbal A’lamiin.

(Sumber: Kitab Fii Bathnil-Huut, Syaikh DR. Muhammad Al-Arifi)

Satu Komentar Tambahkan milikmu

Berikan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.