Risalahmujahidin.com – Pada awal kekuasaannya, Presiden dan Wakil Jokowi-JK mengobral janji dengan menjual gagasan nawacita atau enam cita-cita yang dianggap bisa menjadi lampu aladin, yang bekerja secara bim salabim menangani Indonesia yang lagi terpuruk setelah dipimpin oleh SBY selama 10 tahun.
Dimasa Pilpres 2014, lawan politik Jokowi-JK, Prabowo-Hatta Rajasa dicitrakan sebagai kelompok borjuis-kapitalis. Sebaliknya, Jokowi-JK dicitrakan sebagai kebangkitan rakyat tertindas, sehingga popularitasnya menjulang dan terpilih sebagai penguasa negara.
Namun, setahun setelah memegang tampuk kekuasaan, (20 Oktober 2014-20 Oktober 2015) kebijakan penguasa baru, dirasakan oleh rakyat Indonesia kondisi yang lebih sulit untuk memperoleh nafkah yang layak bagi kehidupan mereka. Hal ini disebabkan kebijakan kenaikan harga BBM yang didalihkan pada harga BBM internasional. Tetapi, ketika harga BBM internasional turun, tidak menjadi alasan bagi pemerintahan avonturir ini untuk menurunkan harga BBM. Bahkan dengan bangganya menurunkan harga premium dan solar sebagai keberhasilan pemerintah.
Bagi kalangan pengamat yang jeli dengan tingkah Jokowi-JK menjalankan roda pemerintahan, mengetahui bahwa rezim Jokowi hanyalah pion dari kepentingan China perantauan yang dikenal dengan Hoa Kiau. Kelompok ini menguasai perdagangan di Asia Tenggara: Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja bahkan Vietnam. China Hoa Kiau ini tergolong pengusaha kelas atas yang dengan mudah menguasai sumber-sumber ekonomi di negeri-negeri Asia.
Konvensi Dunia Pengusaha China ke-13 (World Chinese Entrepreneurs Convention) di Nusa Dua, Bali, Jumat 25 September 2015 adalah contohnya. Di dalam konvensi ini, Megawati mantan presiden kelima RI mempersilakan orang-orang China menguasai ekonomi Indonesia sebagai bukti konsistensi Megawati dalam melaksanakan ajaran-ajaran Bung Karno, yang terbuka menerima kelompok apa pun yang ada di Indonesia sebagai warga negaranya.
Sikap politik yang diemban oleh Ketua PDI-P yang bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri ini, justru memberikan landasan kebijakan politik bagi Jokowi untuk menjual Indonesia ini kepada bangsa asing, seperti yang telah dilakukannya selama hampir 4 tahun masa kekuasaannya, 23 Juli 2001-20 Oktober 2004.
Tanpa merasa bersalah, Megawati menjual aset negara yang sangat menjanjikan keuntungan ekonomi besar di masa depan, yaitu Indosat dan menjual batu bara kepada RRC dengan harga yang sangat murah. Kebijakan politik Megawati yang merugikan Negara ini membuat kekuasaannya jatuh dan digantikan oleh Susilo Bambang Yudoyono melalui pilpres tahun 2004.
Sebagai kader partai PDIP yang dekat dengan ekstrem kiri, Presiden Jokowi mencoba untuk tetap menempuh kebijakan politik yang pernah dirumuskan oleh Megawati, yaitu mempersilakan orang asing menguasai ekonomi Indonesia. Untuk itu, Jokowi tidak ingin dikesankan menjual Indonesia kepada pengusaha China dan negara RRC yang dengan segala komitmen mendukung kebijakan pembangunan ekonomi Jokowi. Namun, Jokowi dan PDI-P menyadari bahwa membuka pintu lebar-lebar kepada RRC dan pengusaha China perantauan bisa membuat dia terjerembab dalam kesulitan politik yang berbahaya.
Politik Kadal
Jokowi dan PDI-P menyadari bahwa trauma umat Islam Indonesia terhadap intervensi China melalui kaki tangannya yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI), maka Jokowi melakukan kadalisasi politik (politik kadal). Maksudnya, melakukan tipuan mata atau gerak tipu untuk mengecoh pihak lawan, dan tidak menyadari tujuan sebenarnya di balik prilaku politiknya.
Jika Megawati mempersilakan pengusaha China Hoa Kiau untuk menguasai ekonomi Indonesia dengan alasan nasionalisme Indonesia yang dibangun oleh Bung Karno, yang tidak anti asing. Sesungguhnya, secara sadar dia telah membohongi rakyat Indonesia. Karena siapa pun yang mempelajari sejarah Indonesia pasti mengerti bahwa Presiden Soekarno tidak pernah mengaitkan nasionalisme dan penguasaan asing di bidang politik maupun ekonomi. Bahkan untuk ini, Soekarno pernah mengeluarkan peraturan pemerintah No 10 tahun 1959 yang melarang orang asing melakukan usaha bisnis di Indonesia, kecuali di ibu kota provinsi dan ibu kota kabupaten.
Maka, politik yang dikembangkan Megawati sebagaimana yang ia sampaikan di depan konvensi pengusaha China di Bali itu, merupakan penipuan yang sangat mencolok terhadap rakyat Indonesia. Pernyataan Mega inilah yang memberikan kepada Jokowi untuk mempersilakan negara China melakukan eksplorasi apa saja di Indonesia, dari mulai kereta cepat Jakarta-Bandung, tol laut, pembangkit listrik berkapasitas 35.000 mega watt, dan apa saja yang bisa menarik hati negara China untuk hadir di Indonesia.
Langkah kadalisasi politik, dengan tujuan menggolkan upaya China menguasai Indonesia secara ekonomi dan politik, Jokowi melakukan manuver diplomatik dengan mengunjungi tiga negara Arab: Saudi Arabia, Bahrain dan Qatar, bersamaan dengan hari-hari pelaksanaan haji tahun 1436 ini. Diberitakan di media massa bahwa Jokowi sukses mengadakan pertemuan dengan para pengusaha di tiga negara tersebut. Menurut Jokowi, para pengusaha di ketiga negara Arab ini berminat besar untuk berinvestasi di Indonesia.
Karena itu, setelah tiba di dalam negeri dengan terburu-buru Jokowi memerintahkan kepada kementerian perdagangan, BKPN, kementerian Agraria untuk melakukan revisi terhadap undang-undang yang dinilai dapat mempersulit orang asing melakukan usaha di Indonesia. Jokowi menghendaki adanya ketetapan hukum yang memberikan hak kepada pengusaha asing dapat memiliki tanah di Indonesia untuk kepentingan mereka.
Rakyat Indonesia yang tidak jeli mencermati politik kadal ala Jokowi ini dengan gegap gempita memberikan applouse kesuksesan diplomasi Jokowi di Timur Tengah. Orang-orang semacam ini hanyalah memahami kulit luar dari diplomasi Jokowi ke tiga negara Arab tersebut. Tetapi mereka yang bijak dan cerdas dapat melihat tipu daya di balik diplomasi ini.
Jangan Tertipu
Umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk negeri ini merasa sangat senang dengan hadirnya pengusaha-pengusaha Arab di negeri ini. Karena itu, mereka tidak pernah mempertanyakan apakah pernyataan penguasa-penguasa Arab di ke tiga negara tersebut sekadar lip service sebagaimana yang berlaku biasanya dalam hubungan diplomatik.
Sejak Indonesia merdeka hingga SBY turun dari kursi presiden, belum pernah ada pengusaha Arab yang benar-benar serius menanamkan modalnya di Indonesia. Padahal sudah banyak perjanjian bilateral yang dilakukan antara Indonesia dengan Saudi Arabia, Irak, dan negara-negara lain dengan Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, politik atau kebudayaan.
Seorang tokoh sekaliber Muhammad Natsir, mantan Perdana Menteri RI, pada tahun 1976 pernah menulis di majalah Al-Muslimun tentang nasib perjanjian-perjanjian bilateral antara Indonesia dengan sejumlah negara Arab. Perjanjian-perjanjian bilateral tersebut hanya berhenti di atas kertas saja.
Dari pengalaman ini, termasuk 32 tahun masa pemerintahan Soeharto, tak pernah berhasil menggaet pengusaha-pengusaha Timur Tengah untuk berinvestasi di Indonesia. Padahal kita semua tahu, pemerintah Soeharto punya pengaruh yang kuat di ASEAN dan pujian yang tinggi baik dari Amerika atau Eropa. Sekalipun begitu, para pengusaha Timur Tengah tidak tergiur dengan Indonesia sebagai tempat penanaman modal yang menguntungkan mereka.
Lalu mengapa Jokowi melakukan hal yang sia-sia? Karena dengan bertopeng merangkul pengusaha-pengusaha Timur Tengah menanamkan modalnya di Indonesia, dapat menjadi alasan politik bagi Jokowi untuk membuat undang-undang atau peraturan-peraturan pemerintah yang memudahkan negara China dan pengusaha-pengusaha China perantauan Hoa Kiau memperoleh landasan hukum untuk menjajah ekonomi Indonesia. Diplomasi politik ke Arab, hanyalah kamuflase bagi politik kadal Jokowi.
Dengan memanfaatkan undang-undang agraria yang mudah, fasilitas-fasilitas investasi yang mudah, jaminan-jaminan pengurangan pajak yang sangat menguntungkan pengusaha asing, merupakan peluang besar bagi pengusaha China dari Singapura, Hong Kong, Taiwan dan RRC. Sehingga masuknya pihak China menguasai ekonomi Indonesia tidak akan menghadapi resistensi maupun sikap-sikap permusuhan serta kecurigaan dari rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim.
Di sinilah hakikat politik kadal ala Jokowi yang hendak menyerahkan republik Indonesia ini ke tangan asing khususnya China. Sehingga kelak rakyat Indonesia hanya menjadi pribumi-pribumi yang melarat di kampung halamannya sendiri. Sebab kunci-kunci ekonomi yang sangat vital telah digenggam oleh China berdasarkan hukum yang sah dibuat oleh pemerintahan Jokowi-JK.
Bahaya besar sedang mengancam negeri kita, yaitu penguasaan ekonomi untuk menguatkan cengkeraman ideologi komunis di dalam negeri. Pihak militer beserta rakyat Indonesia, jangan tertipu dan segera menyadari bahaya ini. Bangkitlah melawan politik kadal ala Jokowi.[]
Politik kadal, itulah yang kini menjarah pikiran para pemangku partai-partai yang berhasil dikadali oleh pemilik politik kadal. Nyaris semua lapisan dan tokoh partai hilang kendali dan bubar atau setidaknya pecah belah seperti yang kita saksikan. Tapi pahamilah bahwa, pemilik politik kadal memang berseliwuran di parlemen, dengan tampilan shaleh bahkan dengan tampilan oportunis. Hasilnya, partai-partai itu hanya bekerja pragmatis bukan ideologis padahal faktanya pihak yang dihadapi bekerja untuk kepentingan ideologis yang dibungkus sedemikian lugu agar lawan (umat islam) tak mudah membacanya, kecuali oleh orang-orang ikhlas berjuang!