Arak-arakan panjang mengular tiada henti, dan gegap-gempita suara-suara ratusan ribu rakyat yang mengiringi, membelah dan membahana langit Jakarta. Tergelar seperti menjadi karpet penghantar, yang dipersembahkan untuk: Jokowi, dan tentu juga untuk Muhamad Jusuf Kalla.
Risalah Mujahidin – SELURUH RAKYAT seperti tumpah begitu saja dan menjadikan jalan protokol sepanjang Sudirman dan MH. Thamrin menuju ke istana – tempat Presiden SBY menggelar karpet merah menyambut kedatangan Presiden Jokowi dan JK — tak mampu menampungnya, bahkan yang di tepian dan di pinggirannya sekalipun.
Namun, Presiden Joko Widodo telah mengantisipasinya dengan baik, menyambut relawan yang menjadi kawan seperjuangannya, yakni rakyat yang memilihnya maupun yang tak memilihnya. Semua bersatu padu menyambutnya dengan bahana dan bahasa yang luar biasa. Dan Jokowi pun menyenangkan rakyatnya dengan beratus gerobak bakso, soto mie, dan lainnya di sepanjang pinggiran trotoar jalan protokol dari HI menuju Istana Negara.
‘Ritual’ penyambutan secara luar biasa yang dilakukan rakyat, dipergelarkan bahkan tak kalah meriahnya dari acara resmi dan formal di gedung parlemen, Senayan, Gatsu 06 (Jalan Gatot Subroto Nomor 06); yang menjadi tempat bersejarah Presiden Joko Widodo mengucapkan sumpah janji di hadapan para wakil rakyat, untuk memegang tampuk pemerintahan Indonesia periode 2014-2019. Sebuah perhelatan upacara spektakuler yang ditindaklanjuti dengan tak kalah gegap gempitanya dengan yang di jalanan.
Bertolak dari Jembatan Semanggi — areal jembatan buah tangan dan kreatifitas serta kecerdasan Presiden RI pertama Soekarno — itu pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden M.Jusuf Kalla, dengan kereta kencana bersama 28 pengiring di belakangnya. Dan beribu-ribu rakyat, dan berpuluh juta kata-kata yang menyertainya, terus beriring bergerak amat perlahan, seperti pengantin yang baru saja hendak menapakkan kaki ke tempat singgasananya di Istana Negara.
Penyambutan rakyat yang terasa teramat luar biasa itu, telah pula disambut dan diantisipasi oleh Jokowi dan ribuan pasukan dan relawannya dengan menyediakan 124 ribu nasi bungkus, beratus-ratus gerobak bakso, siomay, sotomie, batagor dan berbagai makanan khas, dan tentu saja jamu biang kesukaan Jokowi, di sepanjang pinggiran dan trotoar jalan Sudirman menuju Thamrin dan hingga ke Monas dan menuju ke Istana. Bahkan tak kurang dari 670 gerobak khusus lengkap dengan berbagai makanan khas daerah, dipersiapkan secara khsusus pula di Monas—lambang kemegahan dan mercusuar Indonesia, yang juga buah karya monumental Presiden Soekarno.
Panggung raksasa dengan ‘Salam Metal 3 Jari’ juga telah dengan baik dipersiapkan oleh seniman berkelas Jay Soebijakto. Untuk menyambut gempita malam ‘bersemburat’ di langit Jakarta, dengan kekuatan metal dan daya pukau para slanker dan tampilan dari group band Slank.
Maka sungguh tak terkira barangkali, bahkan oleh Presiden SBY, yang juga telah menyiapkan acara khusus menyambut kehadiran Presiden Jokowi yang hendak menggantikannya untuk memimpin bangsa lima tahun mendatang. Tak berlebihan bila Presiden SBY, yang sebelumnya sempat mengajak Jokowi berkeliling Istana, berharap banyak pada kepemimpinan Presiden Jokowi yang berpasangan dengan M.Jusuf Kalla.
Dengan kata-kata yang tertata apik, santun dan berisi, Presiden SBY menyampaikan kata sambutan. Sebaliknya, tak kalah menariknya kata-kata dari Presiden Jokowi yang berisi dalam tempo seringkas itu, yang kemudian membuat para pemimpin bangsa itu ‘melantasinya’ dengan beranjak ke Ruang Jepara. Tentu, apalagi di belakangnya, berlanjut dengan bahasan beragam program dan pula PR yang tak kalah menarik dan banyaknya untuk ditelisik, dipilih dan dipilah, diprioritaskan dan digarapnya.
Maka laiknya serah terima kepemimpinan nasional, selaiknya pula lengkap berikut dengan buku-buku catatan panjang program pembangunan yang menyertainya. Seperti yang tertuang dalam APBN 2014, dan pula kemungkinan perubahan atau perombakannya pada APBN-P di bulan Januari tahun 2015 mendatang.
Sebegitu panjangnya daftar pro-gram seperti pengentasan kemiskinan, pendidikan wajib belajar 12 tahun, kese-hatan dengan program BOJS-nya yang kini telah berjalan dengan baik. Juga, pertahanan keamanan yang bakal ber-adu atau berpadu dengan program Indo-nesia Sehat dan Indonesia Pintar khas dari Joko Widodo, yang bertekad meng-hidupkan kembali Indonesia sebagai negara Maritim, program yang menjadi andalan dan “telah bersuara” yang di-andalkan Jokowi sebagaimana terlihat dari komposisi kabinet yang diumum-kan Presiden Jokowi.
Nama-nama Menteri Kabinet Kerja yang diumumkan Presiden Joko Widodo, Ahad sore 26 Oktober 2014, di belakang Istana Negara, Jakarta. Ada 34 Kemen-terian 4 Menko.Dan dua orang wakil menteri, yakni Wamen Luar Negeri dan Wamen Keuangan.
- Menteri Sekretaris Negara : Praktino
- Menteri Perencanaan Pembangunan Negara/Kepala Bappenas: Andrinof Chaniago
- Menko Bidang Kemaritiman : Indroyono Soesilo
- Menteri Perhubungan : Ignasius Jonan
- Menteri Kelautan dan Perikanan: Susi Pudjiastuti
- Menteri Pariwisata : Arief Yahya
- Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral: Sudirman Said
- Menko Bidang Polhukam : Tedjo Edy Purdijatno
- Menteri Dalam Negeri : Tjahjo Kumolo
- Menteri Luar Negeri : Retno Lestari Priansari Marsudi
- Menteri Pertahanan : Ryamizard Ryacudu
- Menteri Hukum dan HAM : Yasonna H Laoly
- Menteri Komunikasi dan Informatika: Rudiantara
- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: Yuddy Chrisnandi
- Menko Bidang Perekonomian: Sofjan Djalil
- Menteri Keuangan : Bambang Brodjonegoro
- Menteri BUMN : Rini M Soemarno
- Menteri Koperasi dan UMKM: Anak Agung Gde Ngurah Puspayoga
- Menteri Perindustrian : M Saleh Husin
- Menteri Perdagangan : Rachmat Gobel
- Menteri Pertanian : Amran Sulaiman
- Menteri Ketenagakerjaan : Hanif Dhakiri
- Menteri PU dan Perumahan Rakyat: Basuki Hadi Muljono
- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Siti Nurbaya
- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN: Ferry Mursyidan Baldan
- Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan: Puan Maharani
- Menteri Agama : Lukman Hakim Saefuddin
- Menteri Kesehatan : Nila F Moeloek
- Menteri Sosial : Khofifah Indar Parawansa
- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Yohana Yambise
- Menteri Kebudayaan dan Pedidikan Dasar dan Menengah: Anies Baswedan
- Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi : M Nasir
- Menteri Pemuda dan Olahraga: Imam Nahrawi
- Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi: Marwan Ja’far
Bekerja dan Bergotong-royong
Andalan suara Presiden Joko Widodo – yang metal itu – sesungguhnya sudah membelah langit Indonesia sejak sedari semula. Bahkan dari dalam gedung klasik dan monumental, gedung utama Parlemen berkubah hijau di Senayan. “Bekerja, bekerja dan bekerja, bergotong-royong.”
Berseru lantang Presiden Joko Widodo mengajak para buruh, tani, nelayan, pedagang bakso, pedagang asongan, TNI dan Polri, serta kalangan profesional, segenap rakyat Indonesia untuk bekerja dan bekerja, bahu-membahu, bergotong-royong membangun Indonesia Raya. Menjadi Indonesia yang sejahtera. Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia, menjadi negara yang sejahtera. Yang dalam bahasa agama baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Negara yang makmur, aman, sejahtera, gemah ripah lohjinawi.
Blue Print Pembangunan Maritim
Tak berlebihan, sungguh-sungguh terjadi, tepuk tangan pun membelah langit-langit gedung parlemen nan megah dan bersejarah, peninggalan dan buah kreatifitas Presiden RI pertama Soekarno – yang adalah guru dan panutan utama Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Laiknya seorang Presiden baru, menggantikan Presiden sebelumnya yang selama dua periode dipegang Presiden SBY, Jokowi mengagendakan berbagai program yang telah dipersiapkan oleh Tim Transisi, yang mengyusun kerangka blue print sebagai pedoman dalam ‘penggerakannya’. Presiden SBY sebelumnya sudah berpesan agar pemerintahan Jokowi melanjutkan program yang dilakukannya seperti tentang MP3EI.
Memang ada sejumlah permasalahan yang agaknya tak selesai dan tak terselesaikan, bahkan di usia Republik sudah ke 69 tahun. Yakni kemiskinan dan keterbelakangan – seperti tentang pendidikan dan kesehatan. Angka kemiskinan mencapai 28 juta lebih (11%) dari total penduduk Indonesia. Begitupun pendidikan dengan mayoritas rakyat berpendidikan Sekolah Dasar, menjadikan Presiden SBY selama 5 tahun terakhir menggenjotnya dengan program pendidikan dasar dan menengah alias wajib belajar 12 tahun.
Presiden SBY melakukan terobosan positif menyelesaikan 97% anak mampu menyelesaikan program pendidikan SMA dan atau sederajad hingga akhir masa RPJP (Rencana Pembangunan Jangaka Panjang) tahun 2019 mendatang. Apabila dapat berjalan dengan baik, maka ini merupakan terobosan 20 tahun ke depan, karena semestinya baru akan terselesaikan pada tahun 2040.
Sedangkan RPJP berikutnya semestinya lah disusun lima tahun yang akan datang, untuk menyambut Indonesisa emas, yakni kemerdekaan RI yang ke 100 tahun pada tahun 2045 — ketika penduduk Indonesia bakal melesat dua kali lipat menjadi paling tidak 350 juta jiwa. Inilah makanya wajar jika SBY menitipkan agar progam pembangunannya dilanjutkan. Demikian pula program MP3EI yang telah dijalankannya sejak 3 tahun berselang.
Pemerintahan SBY telah mematok APBN 2015 yang mencapai Rp 2.039,5 trilyun, dengan rincian seperti untuk anggaran pendidikan mencapai Rp 404 trilyun, Pertahanan Rp 94,9 Trilyun, dan Kesehatan Rp 40 trilyun. Sementara itu juga untuk membayar utang Rp 134,4 trilyun, pemberian subsidi mencapai Rp 433, 24 trilyun, dan dana transfer ke desa sebesar Rp 9,1 trilyun, serta pembangunan infrastruktur yang mencapai Rp 169 trilyun.
Namun pihak Jowi mengeritisinya. Kabinet Jokowi paling tidak membutuhkan anggaran tambahan Rp 40 trilyun. Seperti program untuk perdesa Rp 1 milyar sebagaimana Undang-undang Desa mengamanatkan. Ternyata Presiden SBY hanya menganggarkan Rp 9,1 trilyun alias perdesa hanya sekitar Rp 125 juta. Maka dengan program Rp 1 juta untuk tiap keluarga prasejahtera itu akan berpotensi membutuhkan dana Rp 342 trilyun.
APBN yang dirancang Presiden SBY dinilai terkunci untuk kebutuhan rutin, seperti anggaran gaji pegawai dan juga anggaran untuk membayar utang, dan anggaran untuk pendidikan lainnya termasuk pertahanan keamanan. Sedangkan kabinet Jokowi hendak menggejolakkan program pembangunan dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, bandara dan prasarana pertanian.
Menurut Hasto Kristiyanto dari Tim Transisi Jokowi, alokasi anggaran desa cuma Rp 9,1 trilyun, padahal berdasar perhitungan Tim Transisi, kebutuhannya mencapai Rp 63 trilyun. Maka salah satu upaya untuk meningkatkan ruang fiskal atau kemampuan negara dalam mendanai proyek pembangunan adalah dengan menerbitkan surat utang negara serta meningkatkan penerimaan pajak, bea dan cukai.
Akbar Faisal, salah seorang anggota Tim Transisi, juga mengeritisi MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang dinilainya lebih berorientasi pada pembangunan wilayah daratan. Sedangkan program utama pembangunan Jokowi lebih menitikberatkan pada pembangunan maritim, yakni dengan dibentuknya Kementerian Maritim, sesuai dengan slogan kampanye utama Jokowi yang hendak membangun tol laut.
Jokowi bertekad menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Itulah makanya, tak mengherankan dan tentu akan menjadi sangat berbeda laju pembangunan Jokowi yang menyemburatkan laut sebagai kibasan layar kapalnya dalam menyinari pembangunan maritim yang diidamkannya.
Untuk membangun maritim, yang hendak menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, paling tidak ada empat hal yang hendak di gejolakkan. Pertama, penguatan budaya maritim nasional yang selama ini hilang oleh budaya agraris. Ini mengingatkan kekuatan Nusantara jauh ke belakang di masa Majapahit. Kedua, dengan meletakkan nelayan sebagai pilar kekuatan pangan, dengan potensi kelautan negara berpuluh ribu pulau yang kaya akan biota laut dan kekayaan lainnya.
Ketiga, membangun infrastruktur maritim, yang dalam bahasa baru sekarang diperkenalkan oleh Jokowi sebagai “tol laut”. Dan keempat, tentang penjagaan keamanan laut yang terintegrasi. Andalan Presiden Jokowi ini, diharapkan segera dapat dilaksanakan, sehingga Presiden Jokowi pantas dikenal sebagai Presiden Andalan.
Revolusi Mental
Kata bertunas yang sungguh tak berlebihan dilontarkan Presiden Jokowi, bahkan pada awal pidato perdananya, yang boleh jadi mengingatkan pembaca pada tulisan Jokowi tentang Revolusi Mental di Harian terkemuka di Jakarta beberapa waktu lalu. Bahwa agama akan menjadi teramat penting untuk diperhatikan dan dikemas, dimasyarakatkan dan dibumikan.
Sebagaimana kini di masa reformasi telah tertancapkannya Islam yang membumi di Bumi Serambi Mekah, sebagai wujud dari Sila pertama Pancasila. Boleh jadi, dalam melakukan revolusi mental, tidak saja berpedoman pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea keempat, juga UUD NRI Tahun 1945 Pasal 29, tapi mungkin juga menempatkan agama sebagai modal utama dan pedoman baku. Boleh jadi juga Jokowi mengingatkan kepada kebijakan politik paling spektakuler dari Presiden Soekarno, yakni Dekrit Presiden Tahun 1959.
Maka revolusi mental tentu berpedomankan pada ajaran agama dan etika serta estetika yang hidup dan digali dari Bumi Indonesia yang mengenal dan mengamalkan dengan baik tata budi luhur ketimuran. Inilah impian menjadikan Indonesia bangsa yang berdaulat dan bermartabat, dengan menegakkan nilai-nilai agama dan moral bangsa serta berbudi pekerti luhur.
Barangkali inilah visi dan misi pemerintahan Jokowi-JK yang hendak digelorakan kepada segenap kekuatan rakyat Indonesia. Maka, sesuai dengan kaidah dan bahasa agama, program pembangunan kabinet Presiden SBY yang lama, yang baik-baik tentu akan dilanjutkan, tentu saja yang relevan dengan visi misi pemerintahan Jokowi-JK. Dan pula dimasukkannya hal-hal yang baru, yang lebih baik dan lebih menjanjikan, serta mampu menjemput zaman di hadapan.
Semua itu hanya bisa dilakukan dengan kapal yang berlayar menembus lautan dan samudra. Dengan nakhoda yang dapat dipercaya dan terpercaya, sebagaimana rakyat kini mempercayakannya kepada Jokowi dan JK.
Wallahu a’lam bishshawab.
(RM/Agus Basri)